Minggu, 31 Oktober 2010

GLISSE 581, Nama Planet Yg Layak Huni Selain Bumi

WOW, kita harus tahu ...                    
   Populasi manusia di bumi terus meningkat dari tahun ke tahun. Lahan untuk tinggal semakin sempit. Nukan tidak mungkin jika dalam beberapa dekade kedepan bumi kita akan padat sekali. Para ahli pun mulai berpikir keras dan melakukan penelitian untuk mencari planet-planet yang kemungkinan besar dapat ditinggali oleh manusia. Dengan mengirimkan mis-misi keluar angkasa.
Untuk pertama kalinya, astronom akhirnya menemukan planet yang mirip Bumi di luar Tata Surya, sebuah planet ekstrasolar dengan radius 50% lebih besar dari bumi dan mampu memiliki air dalam bentuk cair. Penemuan ini memberi sebuah harapan baru dan sebuah langkah maju dalam usaha pencarian planet-planet yang bisa digolongkan sebagai planet layak huni. Dengan menggunakan teleskop ESO 3,6 m, tim pemburu planet dari Swiss, Perancis dan Portugal akhirnya menemukan super-Bumi yang massanya 5 kali massa Bumi dan mengorbit bintang katai merah, yang sebelumnya diketahui telah memiliki planet bermassa Neptunus. Para astronom juga menemukan bukti kuat yang menunjukkan indikasi keberadaan planet ketiga dengan massa 8 kali massa Bumi.
Exoplanet, itulah cara para astronom dalam menyebut planet yang berada disekitar bintang selain Matahari. Nah, exoplanet yang baru ditemukan ini merupakan exoplanet terkecil yang pernah ditemukan hingga saat ini dan ia bisa mengitari bintangnya hanya dalam 13 hari. Dan jaraknya juga 14 kali lebih dekat dari jarak Bumi -Matahari. Bintang induknya sendiri ternyata bukanlah bintang sekelas Matahari melainkan bintang katai merah yang lebih kecil, kebih dingin dan lebih redup dibanding Matahari. Itulah bintang Gliese 581, bintang yang menaungi si exoplanet mirip Bumi tersebut.
Si exoplanet yang mirip Bumi ini terletak di dalam area layak huni sang bintang (berada dalam habitable zone bintang – akan dibahas dalam artikel yang lain), daerah disekitar bintang dimana air yang berada pada area itu bisa berada dalam bentuk cairan. Exoplanet tersebut dinamakan Gliese 581 c yang artinya planet kedua yang bermukim di bintang Gliese 581. Planet pertama dalam extrasolar planet dinamakan dengan nama bintang dan diikuti indikasi b, bintang kedua indikasinya c dst.
Menurut Stephane Udry dari Geneva Observatory, mereka memperkirakan temperatur rata-rata super-Bumi ini antara 0 – 40 derajat Celcius, dan kondisi airnya masih dalam bentuk cairan. Selain itu radiusnya juga diperkirakan hanya 1,5 kali radius Bumi, dan dari pemodelannya bisa diperkirakan kalau planet ini merupakan planet batuan seperti Bumi atau bisa jadi Gliese 581 c adalah planet lautan.
Ditambahkan oleh Xavier Delfosse, salah satu anggota tim dari Perancis, kalau air dalam bentuk cair merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan sepanjang yang kita ketahui. Dengan memiliki temperatur dan jarak yang relatif dekat seperti yang dimiliki Gliese 581 c, planet ini kemungkinan akan menjadi target penting dalam misi ruang angkasa di masa depan khususnya dalam hal pencarian kehidupan extra-terrestrial. Dan di dalam peta harta karun alam semesta, Gliese 581 c akan ditandai dengan X.
- perlu diingat perbandingan kehidupan itu sendiri akan selalu mengacu pada kehidupan di Bumi.-
Gilese 581
Bintang induk Gliese 581 merupakan satu diantara 100 bintang yang berada dekat dengan kita. Massa dan radiusnya hanya sepertiga massa Matahari. Planet katai merah seperti ini secara intrinsik memiliki kecerlangan setidaknya 50 kali lebih lemah dari Matahari. Bintang katai merah juga termasuk bintang yang umum ditemukan di dalam galaksi kita (Bimasakti) : diantara 100 bintang dekat dengan Matahari, 80 diantaranya berada di kelas ini.
Gl 581, atau Gliese 581, merupakan bintang ke 581 dalam urutan Katalog Gliese yang merupakan susunan bintang yang berada dalam jarak 25 parsecs (81,5 tahun cahaya) dari bintang. Katalog tersebut dibuat oleh Gliese dan diterbitkan pada tahun 1969 dan diperbaharui tahun 1991 oleh Gliese dan Jahreiss. Gliese 581 sendiri jaraknya 6,26 parsecs (22,66 tahun cahaya) berada di konstelasi Libra dan usianya 4,3 milyar tahun.
Menurut Xavier Bonfils dari Lisbon University, Bintang katai merah merupakan target ideal dalam pencarian planet bermassa kecil yang memiliki air dalam bentuk cair. Hal ini disebabkan karena bintang katai seperti ini memancarkan sedikit cahaya sehingga daerah layak huninya (habitable zone) berada lebih dekat dengan bintang dibanding planet-planet disekitar Matahari.
Planet-planet yang berada di daerah tersebut akan lebih mudah dideteksi dengan menggunakan metode kecepatan radial, metode yang paling sukses dalam pencarian dan deteksi exoplanet.
Planet Lainnya di Gliese 581
Dua tahun lalu, tim astronom yang sama juga menemukan planet yang mengelilingi Gliese 581. Planet yang dikenal dengan nama Gliese 581 b memiliki massa 15 massa Bumi, dan mirip dengan Neptunus. Ia mengorbit Gliese 581 hanya menghabiskan waktu 5,4 hari. Pada saat itu astronom juga sudah melihat adanya indikasi planet lain disekitar tempat itu. Dan setelah pencarian yang lebih lanjut, ditemukan planet super-Bumi, tapi bukan hanya itu, ada juga indikasi yang sangat jelas menunjukkan kalau ditempat itu ada planet ketiga. Planet ketiga tersebut memiliki massa 8 kali massa Bumi dan menyelesaikan putaran orbitnya dalam waktu 84 hari.
Sistem keplanetan di Gliese 581 sedikitnya telah memiliki 3 buah planet dengan massa kurang lebih 15 massa Bumi, dan ini bisa dikatakan merupakan sistem yang luar biasa. Selama ini pencarian exoplanet paling banyak dilakukan pada bintang yang sekelas Matahari.
Metode Pengamatan
Penemuan Gliese 581 c ini dilakukan dengan menggunakan metode kecepatan radial. Metode kecepatan radial mendeteksi perubahan kecepatan gaya gravitasi dari exoplanet (yang tak terlihat) saat ia mengorbit bintangnya. Evaluasi pengukuran kecepatan akan memberi deduksi tentang orbit planet, biasanya bisa diketahui periode dan jarak dari bintang, serta massa minimumnya. Secara statistik, massa minimum ini mendekati massa yang sebenarnya.
Penemuan ini dilakukan menggunakan spektograf HARPS (High Accuracy RAdial Velocity for the Planetary Searcher), teleskop ESO 3,6 m di La Silla, Chille. HARPS bisa mengukur kecepatan dengan presisi lebih baik dari 1 meter per detik (3,6 km/jam). Dalam pendeteksian ini, variasi kecepatan yang terdeteksi antara 2 dan 3 meter per detik atau setara dengan 9 km/jam. Dari 13 planet yang massanya dibawah 20 massa Bumi, 11 diantaranya ditemukan dengan HARPS.
Selain Gliese 581 c ada dua sistem lain yang memiliki massa kecil juga, yakni planet es yang mengitari OGLE-2005-BLG-390L, yang ditemukan dengan jaringan teleskop microlensing. Massa planet tersebut 5,5 massa Bumi. Namun planet tersebut orbitnya lebih jauh dari bintang induknya yang kecil dibanding jarak Gliese 581 c dengan bintangnya. Selain itu planet yang mengitari OGLE-2005-BLG-390L juga lebih dingin.
Planet lainnya memiliki massa minimum 5,89 massa Bumi (dengan kemungkinan massa benarnya 7,53 massa Bumi) dan periode orbitnya kurang dari 2 hari, hal ini menyebabkan si planet terlalu panas untuk masih memiliki air di permukaannya.
Penemuan Gliese 581 c memberi satu titik cerah dalam masalah pencarian planet-planet yg mirip Bumi didalam zona layak huni bintang. Tapi untuk tiba pada apakah ada kehidupan lain disana atau mungkinkah kita hidup disana masih ada banyak hal yang perlu dijawab.

RNA interference, Membungkam Gen Dari Bunga Sampai ke Cacing

 Penganugerahan Nobel tahun 2006 mencantumkan dua nama ilmuwan berusia relatif muda (41 dan 42 tahun) dari Amerika Serikat yaitu Andrew Z. Fire (Stanford University) dan Craig C. Mello (University of Massachusetts) sebagai penerima penghargaan di bidang Fisiologi dan Kedokteran. Penghargaan ini mereka peroleh atas penemuan mereka berjudul ‘RNA interferens, membungkam gen dengan RNA berutas ganda’ (RNA interference, gene silencing by double-stranded RNA). Penemuan ini sempat dipublikasikan pada jurnal bergengsi ‘Nature’ pada tahun 1998 (1).
Penganugerahan ini mendapat tanggapan berupa sebuah surat korespondensi dalam jurnal yang sama dengan judul ‘Nobel RNAi mengabaikan pekerjaan dasar vital pada tumbuhan’ (RNAi Nobel ignores vital groundwork on plants) pada akhir bulan November 2006 lalu (2). Topik dan isi korespondensi tersebut jelas mengisyaratkan adanya kekecewaan kelompok ilmuwan biologi molekuler pada tumbuhan yang telah terlebih dahulu menemukan efek RNA berutas ganda (double-stranded DNA (dsRNA)) pada penghambatan ekspresi gen pada tumbuhan, yang kemudian mengantarkan aplikasi RNAi, sebagai istilah generik mekanisme ini, pada hewan dan serangga oleh ilmuwan biologi molekuler lainnya, termasuk oleh Fire dan Mello beserta kolega-koleganya yang memfokuskan pada cacing Caenorhabditis elegans.
Hal tersebut memang dapat dibuktikan kebenarannya, sehubungan salah satu referensi dalam publikasi Fire dan Mello beserta kolega-koleganya tersebut, mencantumkan publikasi dari jurnal bergengsi lain yaitu ‘Science’ tahun 1997 tentang membungkam gen (gene silencing) pada tumbuhan (3). Publikasi tersebut menunjukkan teknik pembungkaman gen pada tumbuhan dalam mekanisme pertahanan terhadap virus, dan jelas menggambarkan penelitian pembungkaman gen pada tumbuhan selangkah lebih dahulu dibandingkan penelitian pembungkaman gen pada hewan dengan model pada cacing C. elegans yang digunakan oleh Fire dan Mello beserta kolega-koleganya.
Penghambatan ekspresi gen dengan memasukkan dsRNA ini, sebetulnya ditemukan secara tidak sengaja oleh Napoli dkk (1990) (4) saat bermaksud meningkatkan intensitas warna pada bunga Petunia. Mereka memasukkan dsRNA yang komplementer dengan gen yang berperan dalam biosintesis pigmen warna bunga. Hasil yang mereka peroleh sangat berbeda dengan yang diharapkan, ternyata warna bunga yang diperoleh tidak menjadi ungu tua sebagaimana umumnya warna bunga Petunia, melainkan sebaliknya menjadi berwarna ungu keputih-putihan. Dari penemuan tersebut, kemudian merangsang berbagai kelompok peneliti tumbuhan lainnya dan hewan mencoba mengikutinya dengan tujuan untuk mempelajari efek tertekannya (suppression) ekspresi gen akibat introduksi dsRNA ke dalam sel.
Istilah ‘membungkam gen’ (gene silencing) sendiri, merupakan istilah yang mulai populer dalam dunia biologi molekuler pada saat Fire dan Mello melakukan penelitiannya. Istilah ini dipakai untuk menjelaskan penghambatan ekspresi gen pasca-transkripsi akibat interfensi masuknya RNA berutas ganda (dsRNA) ke dalam sel makhluk hidup, sebelum akhirnya dikenal istilah generik RNAi. Selain istilah ‘gene silencing‘, referensi lain mengistilahkan teknik ini dengan sebutan ‘memukul jatuh gen’ (knock out gene).
Terlepas dari kontroversi yang seringkali hadir seputar penganugerahan Nobel, penemuan RNAi ini merupakan penemuan spektakuler di bidang biologi molekuler pada saat ini. Dengan penemuan ini, muncul harapan bahwa RNAi dapat memberikan manfaat dalam bidang kedokteran di masa depan, misalnya untuk penyembuhan penyakit akibat gen-gen mutan, gen-gen letal, maupun penyakit lainnya yang disebabkan oleh virus. Oleh karena itu memang sudah selayaknya mendapatkan penghargaan sekelas nobel.
Mekanisme RNAi dalam membungkam gen
RNAi melibatkan dsRNA yang secara spesifik menginterfensi ekspresi gen komplementer dengan dsRNA tersebut di dalam sel. Pada organisme tingkat tinggi (eukariot), dsRNA yang sengaja dimasukkan atau disuntikkan ke dalam sel, akan mendapat respon dari sel dengan menghadirkan enzim dicer yang merupakan RNA-ase tipe III dan mampu mengidentifikasi dsRNA asing. Kemudian enzim dicer ini akan memotong dsRNA tersebut menjadi berukuran lebih kecil sekitar 20-24 basa nukleotida. Potongan-potongan dsRNA ini kemudian disebut dengan siRNA (small-interfering RNA) berhubung ukurannya yang lebih kecil dibandingkan dsRNA awal.
siRNA ini kemudian akan teridentifikasi dan ditangkap oleh kompleks multi-protein berisikan ribonuklease (ribonuclease-containing multi-protein complex) atau diistilahkan dengan RISC (RNA-induced silencing complex). RISC ini berfungsi memisahkan rangkaian utas ganda siRNA menjadi utas tunggal. Utas tunggal dari siRNA ini kemudian dibawa oleh RISC, untuk berpasangan dengan mRNA (messenger RNA) yang menjadi target pembungkaman gen, pada sekuens basa nukleotida yang persis sesuai (di mana basa nukleotida urasil (U) akan berpasangan dengan basa nukleotida adenine (A), dan basa nukleotida guanin (G) akan berpasangan dengan basa nukleotida sitosin (C), demikian pula sebaliknya).
Setelah siRNA dibawa oleh RISC berpasangan dengan mRNA target, ‘slicer‘ yang terdapat pada molekul RISC akan memotong mRNA target. Pada hewan, mRNA yang terpotong ini akan teridentifikasi oleh sel sebagai mRNA yang menyimpang atau rusak (aberrant mRNA) dan langsung dihancurkan oleh metabolisme sel, untuk mencegah terjadinya penerjemahan menjadi protein yang tidak lazim. Sedangkan pada tumbuhan, di samping hancur, mRNA menyimpang ini dapat menjadi cetakan (template) yang akan teridentifikasi oleh enzim RNA-dependent RNA polymerase (RdRp) untuk melakukan polimerisasi dan menjadikan mRNA yang semula berutas tunggal menjadi RNA berutas ganda (dsRNA). Selanjutnya, dsRNA baru ini akan kembali teridentifikasi oleh enzim dicer dan seterusnya berulang-ulang, mengakibatkan semakin banyak mRNA target yang terpotong dan tidak berfungsi lagi.
Gambar 1. Model mekanisme RNAi dari dsRNA yang diintroduksikan ke dalam sel hingga terbentuk dsRNA baru
Mekanisme RNAi ini sebetulnya juga terjadi secara alami, yaitu dengan adanya miRNA (micro RNA) di dalam sel organisme sebagai pengganti dsRNA. miRNA ini merupakan pengkode genome dan mempunyai fungsi dalam regulasi gen. Sekilas miRNA ini mirip dengan dsRNA yaitu berupa sekuens basa nukleotida RNA yang tidak lengkap dan utas ganda terbentuk karena adanya sekuens yang saling berkomplemen di kedua ujung RNA, pada bagian-bagian yang tidak berkomplemen terjadi perputaran yang disebut dengan istilah hairpin.
Mekanisme RNAi ini telah dibuat film animasinya dan film ini dapat diperoleh secara bebas pada website ‘Nature’ (5). Mekanisme ini cukup bermanfaat pada tumbuhan dan hewan dalam mengatasi penyakit yang disebabkan oleh gen-gen mutan, gen-gen letal, maupun penyakit lainnya yang disebabkan oleh virus. Diperkirakan, cukup dengan memasukkan atau menyuntikkan dsRNA yang komplemen dengan gen-gen berbahaya atau DNA/RNA virus, maka gen-gen atau DNA/RNA tersebut akan mengalami tekanan pada tingkat pasca transkripsi dengan adanya degradasi mRNA, sehingga tidak terbentuk protein pengganggu dari keberadaan gen-gen berbahaya ini atau DNA/RNA virus.
Referensi
1. Fire, A., S. Xu, M. K. Montgomery, S. A. Kostas, S. E. Driver and C. C. Mello. 1998. Potent and specific genetic interference by double-stranded RNA in Caenorhabditis elegans. Nature, 391: 806-811.
2. Bots, M., S. Maughan and J. Nieuwlandt. 2006. RNAi Nobel ignores vital groundwork on plant. Nature, 443: 906.
3. Ratcliff, F., B. Harrison and D. Baulcombe. 1997. A similarity between viral defense and gene silencing in plants. Science, 276:1558-1560.
4. Napoli C., C. Lemieux, and R. Jorgensen. 1990. Introduction of a chalcone synthase gene into Petunia results in reversible co-suppression of homologous genes in trans. Plant Cell, 2: 279-289.
5. RNAi Animation Movie: http://www.nature.com/focus/rnai/animations/index.html

Menangkap Komponen Gerak Rotasi Gempa dengan Ring Laser

Menangkap Komponen Gerak Rotasi Gempa Bumi dengan Ring Laser

Selama ini kita mungkin telah mengenal seismometer sebagai alat untuk mencatat gerakan tanah akibat getaran yang ditimbulkan oleh gempa bumi. Dengan alat ini maka semua komponen gerak translasi (arah-x, y, dan z) di permukaan tanah dimana alat tersebut dipasang, dapat diukur. Dengan bantuan alat ini pula, para seismolog dapat menentukan kapan, dimana dan berapa besar energi gempa bumi yang telah terjadi. Lebih jauh, mereka dapat menduga struktur perlapisan di bawah permukaan bumi, bahkan sampai ke Inti bumi.
Namun demikian, secara fisika, masih ada satu komponen lagi yang luput dari pengamatan para seismolog, yaitu komponen gerak rotasi. Tidak diamatinya komponen gerak yang satu ini, bukan karena ketidak-sadaran mereka akan adanya gerak rotasi akibat gempa bumi, namun lebih pada kesulitan di dalam mengukur komponen komponen ini. Apalagi dari simulasi yang telah dilakukan sekitar tahun 80-an, dengan asumsi yang sederhana, komponen gerak rotasi ini dipercaya mempunyai harga yang kecil sehingga tidak begitu signifikan untuk diukur, selain menyebabkan pengukurannya menjadi semakin sulit.
Secara terpisah, ternyata para peneliti di bidang earthquake engineer justru menganggap komponen gerak rotasi ini sangat penting. Mereka menduga bahwa komponen ini, meskipun dengan amplitudo yang kecil, dapat menyebabkan kerusakan struktur bangunan. Hal ini terutama untuk bangunan dengan bentuk memanjang seperti jembatan atau saluran pipa-pipa. Untuk itu, meskipun tanpa bantuan alat yang dapat mengukur gerak rotasi ini secara langsung, mereka bisa mendapatkan komponen gerak rotasi ini dengan cara merekam komponen gerak translasi di beberapa lokasi sekaligus. Secara matematis, dalam batas-batas tertentu, kita memang dapat menurunkan komponen gerak rotasi dari pengamatan gerak translasi di beberapa titik lokasi pengukuran sekaligus (seismic array).
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pengukuran dengan teknik array ini memerlukan kehati-hatian yang tinggi karena sangat dipengaruhi oleh tingkat gangguan (nois) di masing-masing titik pengukuran. Dengan demikian, pengukuran gerka rotasi secara langsung dengan menggunakan sensor rotasi merupakan alternatif terbaik untuk bisa mendapatkan hasil pengukuran yang akurat. Sampai saat ini, sensor gerak rotasi yang dianggap memiliki tingkat akurasi yang tinggi adalah ring laser.
Prinsip kerja ring laser
Sebetulnya ring laser bukan merupakan alat yang baru ditemukan. Sejak tahun 60- an, alat ini sudah digunakan untuk keperluan navigasi terutama pada pesawat komersial maupun militer dan kapal laut. Ring laser bekerja berdasarkan prinsip Sagnac, sesuai dengan nama ilmuwan perancis G. Sagnac yang malakukan eksperiment ini (Gambar 1) pertama kali pada tahun 1913.
Sinar laser dipancarkan dalam dua arah perambatan yang saling berlawanan, yang satu searah dengan jarum jam dan yang lain berlawanan arah jarum jam. Oleh sebuah detektor, kedua gelombag tersebut ditangkap dan di kombinasikan. Jika alat ini tidak mengalami gerak rotasi, maka panjang lintasan gelombangnya akan sama sehingga akan menghasilkan output berupa interferensi yang destruktif.

Gambar 1. Prinsip kerja alat ring laser yang terdiri dari pemancar laser, yang memancarkan laser pada dua arah yang belawana dan detektor untuk mengkombinasikan sinar laser dari kedua arah rambat tersebut.
Jika alat tersebut mengalami rotasi, maka panjang lintasan gelombangnya akan berbeda, menghasilkan perbedaan fase sehingga menimbulkan fenomena layangan gelombang. Frekwensi layangan gelombangnya (beating frequency) ini akan sebanding dengan gerak rotasinya, dimensi dari instrumen ini (keliling ring laser, luas penampang ring laser) dan panjang gelombang sinar laser yang digunakan. Semakin besar keliling ring lasernya, semakin sensitif alat ini dapat menangkap gerak rotasi.
Ring laser terbesar yang telah beroperasi berada di negara bagian Bayern, Jerman dan mempunyai dimensi panjang dan lebar 4 m x 4 m. Dengan dimensi sebesar itu, alat tersebut mampu mengukur gerak rotasi dengan ketelitian 7,3 x 10-14 radian per detik. Sebagai gambaran saja, gempa bumi yang terjadi tanggal 26 Mei 2006 di Yogyakarta kemarin (Magnitudo 6.3), seandainya diukur dengan sensor rotasi di Jakarta yang berjarak sekitar 500 km, akan mempunyai amplitudo sebesar 10-8 radian per detik.
Apa yang bisa kita peroleh dengan mengukur gerak rotasi
Prototipe pertama ring laser untuk aplikasi geofisika dibuat pada tahun 1990 di Universitas Catenbury Cristchurch New Zeeland. Alat ini kemudian diberi nama C-1. Ring laser ini mempunyai luas penampang 0,75 m2, yang pada mulanya digunakan untuk mengukur parameter-paramenter dalam gerak rotasi bumi (sudut rotasi bumi, panjang hari, gerak kutub bumi, dan fenomena gerak presisi dan nutasi). Secara konvensional, parameter-parameter tersebut biasanya diamati dengan menggunakan teknik radio astronomi, seperti VLBI (Very Long Baseline Interferometry).
Studi mengenai aplikasi ring laser khusus dalam bidang seismologi dimulai sekitar tahun 1997, dengan munculnya beberapa laporan hasil pengamatan gerak rotasi akibat gempa bumi di beberapa jurnal geofisika. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah “Apa sih manfaat diketahuinya gerak rotasi ini?”.
Secara singkat, dengan diketahuinya gerak rotasi ini, kita dapat melakukan studi mengenai parameter gelombang seismik (gelombang gempa) dengan lebih ekonomis. Mengapa demikian? Karena selama ini, untuk dapat mengetahui parameter gelombang seperti kecepatan gelombang gempa, arah rambatan gelombang dari sumber gempa, serta kecepatan gelombang gempa sebagai fungsi dari frekuensi gelombangnya, kita perlu memasang beberapa (puluh) sensor translasi (seismometer) dalam radius beberapa kilometer. Tentu saja hal ini memerlukan biaya yang sangat besar. Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk perawatan. Sementara dengan mengunakan sensor rotasi ini, kita hanya perlu komplemen satu buah sensor translasi di tempat yang sama, untuk bisa tahu parameter-parameter diatas. Saat ini sedang dilakukan studi yang intensif untuk menjajagi kemungkinan diaplikasikannya gerak rotasi ini untuk memperbaiki pemahaman kita tentang proses rupture di dalam patahan yang menyebabkan terjadinya gempa bumi.
Perspektif di Indonesia
Indonesia yang mempunyai kwantitas dan kualitas kegempaan yang tidak kalah dari Jepang maupun Amerika Serikat, namun dari segi instrumentasi dan prasarana pendukung serta infrastruktur sangat tertinggal jauh, sebenarnya dapat memetik manfaat dari ring laser ini. Dengan alat ini, kita dapat menghemat jumlah seismometer yang harus dipasang untuk bisa mengetahui parameter gelombang gempa yang telah terjadi.
Hanya saja kendala yang ada saat ini adalah belum tersedianya ring laser ini di pasaran. Namun penulis yakin, banyak ahli fisika di Indonesia yang mampu untuk melakukan studi dan mengembangkan alat ring laser ini. Tentu saja hal ini bisa dilakukan jika pemerintah mendukung upaya-upaya untuk memahami fenomena gempa di Indonesia dalam rangka meminimalisir jumlah korban jiwa maupun kerugian materiil lainnya. Penulis masih ingat betul pernyataan salah seorang pejabat pemerintah kita pasca bencana Tsunami tahun 2004 kemarin, yang mengatakan bahwa “Berapapun biaya yang diperlukan untuk merehabilitasi Aceh, pemerintah akan menyediakan!”. Dalam kaitannya dengan hal ini, penulis memimpikan juga sebuah pernyataan lain “Berapapun biaya yang diperlukan untuk riset dibidang gempa ini, pemerintah akan menyediakan!”. Semoga saja hal tersebut bukan hanya sekedar mimpi. Amin.

Apa Itu FIsika Partikel ?

    Fisika Partikel adalah fenomena alam yang terjadi pada level subatomik. Objektif dari Fisika Partikel adalah mencari jawaban atas dua pertanyaan kunci: (1) Apa elemen fundamental dari material, dan 
(2) bagaimana mereka berinteraksi. Ilmu dan pemahamanan ini kemudian disimpulkan dalam sebuah Model Acuan (Standard Model). 
Daerah jarak kerja Fisika Partikel sangat kecil, dalam orde fm (femto meter, 1 fm = 10E-15 m atau sepuluh pangat minus lima belas meter). Ini adalah skala subatomik. Sebaliknya, daerah energi kerja Fisika Partikel sangat besar, dalam orde 10E15 eV. Sebagai pembanding, jarak kerja ilmu material dalam orde amstrong (1A = 10E-10 m), dengan energi kerja order 10E-5 eV. 

Pencarian Partikel Pembangun Materi: dari Atom ke Quark 
Elemen fundamental didefenisikan sebagai elemen dasar penyusun alam semesta, disebut juga partikel dasar atau partikel pembangun materi karena kombinasi partikel inilah materi tersusun. Dalam perhitungan para teoritis, partikel dasar ini dipandang sebagai partikel titik. 
Kepentingan untuk mengetahui partikel ini tergambar dalam kuliah Richard Feynman (Nobelis 1965) di hadapan para mahasiswanya: 
Å«ika seandainya kehancuran dahsyat pada peradapan & pengetahuan manusia, dan cuma hanya 1 kalimat pendek yang bisa diwariskan ke generasi selanjutnya, apakah kalimat pendek yang paling informatif itu? Jawaban: Teori atom, bahwa materi terbentuk oleh atom-atom!. 
Feyman sama sekali tidak salah. Pengetahuan bahwa materi tersusun oleh atom-atom akan memudahkan generasi berikutnya untuk cepat tanggap: bahwa untuk memahami sifat-sifat materi secara lengkap maka harus diketahui dari apa mereka terbuat dan dipelajari bagaimana penyusun materi itu berinteraksi. 
Pandangan bahwa atom adalah partikel titik dan tak bisa dibagi lagi dipostulatkan oleh John Dalton pada tahun 1803. Sayangnya, Atom itu bukanlah elemen fundamental. Berturut-turut penemuan elektron oleh J. J. Thomson (1897), inti atom dan proton oleh Rutherford (1911), dan neutron oleh Chadwick (1932) meruntuhkan postulat atom sebagai partikel titik. Elekron kemudian diketahui adalah salah satu elemen fundamental penyusun materi. Partikel-partikel dengan ukuran kecil dari atom (seperti netron, proton, dan elektron) disebut partikel subatomik. 
Pada tahun 1964 Murray Gell-mann dan George Zwei mempublikasikan proposal baru tentang partikel titik. Perilaku ratusan partikel dapat dijelaskan sebagai kombinasi dari elemen fundamental yang bernama: QUARK. Quark bersama elektron kemudian menjadi 2 partikel pembentuk materi pertama yang ditemukan. 
Gell-mann mendapat hadiah Nobel tahun 1969 atas sumbanganya mengklasifikasi elemen fundamental. Keberadaan quark kemudian terbukti lewat beberapa eksperimen dengan metoda scattering

Anti Partikel 
Anti partikel pertama kali diramalkan oleh Dirac dalam persamaan Dirac. Persamaan Dirac adalah persamaan yang berhasil mengawinkan konsep relativitas khusus dengan mekanika kuantum. Persamaannya yang dipublikasikan pada tahun 1928 ini memperbaiki persamaan Schrodinger yang tidak bisa dipakai untuk kasus relativisik. Kasus relativistik adalah melibatkan kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Elektron misalnya, pada kenyataannya bergerak mendekati kecepatan cahaya. 
Dipostulatkan bahwa setiap partikel memiliki anti partikel, memiliki sifat yang sama kecuali muatannya berbeda. Misalnya positron adalah anti partikel dari elektron, memiliki massa, ukuran, mematuhi semua hukum konservasi yang juga dipatuhi elektron, namun muatannya adalah positif. 
Apa yang terjadi apa bila partikel bertemu dengan anti partikelnya? Inilah yang disebut proses penghilangan (annihiliation process): Partikel + Anti partikel  Energi. Energi ini biasanya dibawa oleh partikel khusus (partikel ini adalahexchange particle untuk masing-masing interaksi ¡¦dibahas pada bagian berikutnya), misalnya dalam contoh elektron + positron  photon (disebut jugapair annihilation). Sesuai hukum kekekalan energi, maka photon ini juga akan bisa menghasilkan elektron + postiron (disebut pair production). 
Keberadaan anti partikel itu pertama kali dibuktikan oleh Carl Anderson pada tahun 1932 di Fermilab, Chicago Amerika Serikat. Anderson menembakkan partikel bermuatan ke dalam bubble chamber yang berisi superheated liquiddan dikelilingi medan magnet. Partikel akan meninggalkan jejak pada uap cairan tersebut, dan partikel bermuatan akan dibelokkan oleh medan magnet. Arah belok partikel selalu berlawanan arah dengan anti partikelnya. Carl Anderson meraih penghargaan Nobel pada tahun 1935 atas sumbangannya itu. 
Pada awal penciptaan alam semesta, jumlah partikel dengan anti partikelnya adalah sama, mereka berada dalam keadaan setimbang. Sekarang, jumlah anti partikel jauh lebih sedikit daripada partikelnya. Inilah yang disebut dengan “masalah materi ¡¦anti materi”, satu dari beberapa PR besar fisikawan. 

Konsep Partikel Pembangun Materi 
Sejauh ini, sudah diketahui beberapa fundamental elemen atau partikel dasar (elementer particle) yang membentuk materi. Mereka diklasifikasikan atas 2 jenis: quark dan lepton
Quark ini memiliki 6 tipe atau flavors (dikategorikan dalam 3 famili atau generasi): up/down, charm/strange, dan top/down. Semua materi di alam semesta kita dibentuk oleh kombinasi quarks ini: kombinasi quark-anti quark membentuk meson, dan tiga kombinasi quark membentuk baryon. Baru-baru ini ditemukan bukti keberadaan lima kombinasi quark membentuk partikel, disebut jenis pentaquark. Proton dan Netron, dua partikel subatom yang kita kenal, adalah contoh jenis baryon. 
Sebagaimana quark, lepton juga memiliki 6 tipe (juga dikelompokkan dalam 3 famili atau generasi): elektron/elektron-neutrino, muon/muon-neutrino, dan tau/tau-neutrino. 
Kombinasi proton-neutron-elektron membentuk atom, kombinasi atom membentuk molekul, kumpulan molekul membentuk senyawa atau campuran ataupun larutan yang secara kasat mata bisa kita lihat. 

Interaksi Fundamental Alam Semesta 
Fenomena interaksi antar partikel dijelaskan dengan keberadaan partikel pembawa interaksi yang saling dipertukarkan oleh partikel-partikel terlibat. 
Apa yang terjadi ketika dua orang ini saling melempar dan menerima bola? mereka saling menjauh. Fenomena ini dijelaskan sederhana oleh Hukum III Newton Aksi-Reaksi. Interaksi antar partikel bisa dijelaskan dari fenomena yang sama: partikel A dan B berinteraksi dengan saling mempertukarkan sebuah partikel; partikel ini disebut sebagai exchange particle
Ada empat interaksi fundemental: interaksi gravitasi (gravitational interaction), interaksi elektromagnetik (electromagnetic interaction), interaksi lemah (weak interaction), dan interaksi kuat (strong interaction). Setiap interaksi memiliki partikel pembawa interaksi khusus, yang cuma bisa bekerja spesifik pada interaksi tertentu. Kita akan bahas secara singkat satu per persatu masing-masing interaksi tersebut. 

Interaksi gravitasi membuat benda jatuh ke tanah dan juga pegerakan planet dan galaksi. Makin masif benda maka makin besar dia merasakan interaksi gravitasi; sebaliknya makin jauh jarak dua benda maka makin berkurang interaksi gravitasi bekerja. Karena itulah, pada skala mikrokosmik (level partikel) maka interaksi ini bisa diabaikan. Interaksi gravitasi dijelaskan oleh Teori Relativitas Umum Einstein. Partikel pembawa interaksi ini adalah graviton, eksis secara teori namun belum ditemukan sejauh ini dalam eksperimen. 

Interaksi elektromagnetik menyebabkan semua fenomena menyangkut listrik dan magnetik; nyaris seluruh teknologi yang ada sekarang berdasarkan interaksi ini. Interaksi elektromagnetik dijelaskan oleh Quantum Electrodynamics (QED), dimana Richard Feynman, Julian Schwinger, dan Sin-itiro Tomonaga berbagi hadiah nobel untuk hal ini di tahun 1965. Sejauh ini, QED adalah teori kuantum yang paling sukses yang pernah ada; kecocokannya dengan eksperimen ibarat mengukur jarak Bandung-Surabaya dengan ketelitian helaian rambut. Partikel pembawa interaksi adalah foton, atau partikel cahaya, yang dipostulatkan oleh Max Planck pada awal 1900 dan ditemukan oleh Einstein pada 1905 lewat percobaan efek fotoelektriknya. Einstein meraih Nobel pada 1922 untuk percobaannya ini. 

Interaksi lemah terjadi pada skala subatomik, bertanggung jawab pada peluruhan radioaktif seperti peluruhan beta. Sheldon Glashow, Abdus Salam, dan Steven Weinberg (hadiah nobel 1979) membuat teori umum untuk interaksi lemah dan secara menakjubkan berhasil membuat teori unifikasi interaksi elektromagnetik dan weak: electroweak unification theory. Trio ini juga memprediksi partike W dan Z sebagai exchange particle dalam interaksi lemah, yang kemudian ditemukan 3 tahun kemudian oleh Carlo Rubbia dan Simon van der Meer (hadiah nobel 1984). 
Interaksi kuat juga terjadi pada skala subatomik namun cuma dirasakan oleh quark. Nobel Fisika 2004 jatuh pada tema ini; Trio nobel 2004 mempublikasikan temuan mereka pada tahun 1973 perihal gluon (dari kata glue atau lem) sebagaiexchange particle dalam interaksi kuat. Temuan ini memulai sebuah teori baru dalam teori medan kuantum: Quantum Chromodynamic (QCD), teori khusus untuk mempelajari fenomena dalam interaksi kuat. 
Gluon ini memiliki sifat yang berbeda dengan partikel pembawa interaksi lainnya, mereka bisa berinteraksi sesama mereka. Interaksi antar gluon ini berkurang ketika jarak antar quark berkurang, akibatnya interaksi antar quark berkurang. (Ini tentu berbanding terbalik dengan interaksi elektromagnetik yang berbanding terbalik dengan jarak antar partikel). Sebaliknya, jika jarak jarak antar quark bertambah maka interaksi antar gluon meningkat, sehingga interaksi antar quark bertambah. Ini membuat quark tidak bisa dipindahkan dari inti atom; hal ini pula-lah yang membuat proton-proton tidak saling tolak-menolak dalam inti atom walau sama-sama bermuatan positif. Sifat ini disebut “kebebasan asimptotik”. 
Sifat lain dari quark ini dalam teori QCD adalah nomor kuantum “warna” ¡¦sebagaimana pelabelan spdf pada nomor kuantum elektron. Warna itu sendiri adalah identitas quark (ibarat muatan pada elektromagnetik), yang membuat quark mematuhi Larangan Pauli: tidak ada partikel yang identik berada pada level energi yang sama. Proton misalnya, terbuat dari 2 quark up dan 1 quark down, namun 2 quark up ini dipastikan memiliki warna yang berbeda. Jika tidak, maka Larangan Pauli dilanggar. 
Sifat-sifat ini menjelaskan kenapa quark tidak pernah diamati sebagai partikel bebas (free particle). Keterjebakannya bersama quark yang lain disebutconfinement of quark. Salah satu cara melihat confinement of quark ini disebut bag model. Bayangkan para quark ini berada dalam satu tas plastik yang elastis, dimana para quarks bergerak bebas di dalamnya, selama kita tidak mencoba memisahkan mereka. Tapi ketika kita mencoba menarik satu quark keluar, tas plastik itu merenggang dan bertahan (agar tidak sobek). Ketika pemberian energi untuk memisahkan mereka makin besar, yang terjadi justru terbentuknya partikel jenis meson! 
Beberapa eksperimen sudah menunjukkan banyak kesepakatan dengan ramalan QCD, dan yang paling penting adalah ramalan teori QCD terhadap konstanta kopling (simbol: alfa). 

Model Standar dan Unifikasi Semua Teori 
Semua ilmu dan pemahaman Fisika Partikel ini dirangkum dalam sebuah model yang menggambarkan partikel dasar dan interaksinya: Acuan Model. Sampai saat ini sudah banyak fenomena partikel yang sudah dimengerti lewat model ini. Ratusan partikel sudah diprediksi berserta sifat-sifatnya, dan banyak sekali yang cocok dengan hasil eksperimen. 
Temuan Gross dan kawan-kawan ini semakin mendekatkan impian para ahli fisika teoritis seluruh dunia: membuat satu teori untuk menjelaskan 3 interaksi dasar partikel (elektromagnetik, lemah, dan kuat) yaitu Teori Unifikasi Agung (atau Grand Unified Theory, GUT). 
Teori QCD, bersama-sama teori QED dan teori unifikasi Electroweak, semakin menyempurnakan Model Standar ini. Ketiga teori ini menunjukkan sebuah kemungkinan adanya satu teori bersama (GUT) pada partikel dengan energi 10E15 GeV (10 pangkat 15 GeV, 1 GeV = 10E9 eV). Angka ini adalah sangat ekstrim tinggi bahkan dilingkungan Fisika Energi Tinggi (High Energy Physics) sekalipun! Pemercerpat partikel terbaik buatan manusia hanya sanggup menghasilkan partikel dengan energi orde MeV (10E6 eV). 
Namun kalkulasi ini memerlukan satu asumsi lagi: supersimetri partikel. Jika asumsi ini terbukti, maka Teori Unifikasi Agung ini adalah langkah terakhir untuk menyatukan interaksi terakhir, interaksi graviatasi, dalam satu teori: Theory of Everything (ToE), atau Teori Segalanya, impian Einstein semenjak 1920 yang tidak pernah dia capai sampai akhir hayatnya.

Antioksidan

POSTINGAN PERTAMA GW NIH...

Telah kita ketahui bersama bahwa kesehatan merupakan hal terpenting dan utama dalam kehidupan manusia dibandingkan lainnya seperti jabatan, kekuasaan, pangkat, ataupun kekayaan. Tanpa kesehatan yang optimal, semuanya akan menjadi tidak bermakna, oleh karena itulah sehat dan bugar merupakan dambaan setiap orang.
Studi epidemiologi menunjukkan ada kaitan erat antara status kesehatan dan usia harapan hidup manusia dengan pola konsumsinya. Masyarakat di daerah yang banyak mengkonsumsi protein, lemak, gula dan garam misalnya, ternyata lebih banyak ditemukan sebagai penderita penyakit-penyakit degeneratif dibandingkan masyarakat di wilayah yang banyak mengkonsumsi karbohidrat, serat dan vitamin.
Negara dengan mayoritas penduduk berusia panjang seperti Jepang, mengkonsumsi makanan yang kaya akan kacang-kacangan, sayur dan buah serta berkebiasaan minum teh hijau. Masyarakat eskimo yang hidupnya tidak lepas dari konsumsi ikan, jarang sekali ditemukan sebagai penderita penyakit jantung. Kelompok mayarakat yang terbiasa mengkonsumsi susu fermentasi ternyata juga mempunyai rata-rata usia yang lebih panjang.
Peningkatan prevalensi penyakit degeneratif di Indonesia, memotivasi para peneliti pangan dan gizi Indonesia untuk mengeksplorasi senyawa-senyawa antioksidan yang berasal dari sumber alami. Tingginya biodiversity kekayaan alam dan bahan-bahan indigenous yang dianugrahkan oleh Tuhan kepada bangsa Indonesia, merupakan potensi yang sangat berharga dan bermanfaat untuk kesehatan masyarakatnya.

Antioksidan dan sumber-sumbernya
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar dan Rossell, 1990). 
Sumber-sumber antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami).
Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya untuk makanan dan penggunaannya telah sering digunakan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidoksi quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial.
Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt, 1992).
Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah yang berasal dari tumbuhan. Kingdom tumbuhan, Angiosperm memiliki kira-kira 250.000 sampai 300.000 spesies dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang telah dikenal dapat menjadi bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari (Pratt,1992).
Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain. 
Jahe (Zingiber officinale Roscoe) biasa digunakan sebagai bumbu atau obat tradisional.  Komponen-komponen pedas dari jahe seperti 6 gingerol dan 6-shogaol dikenal memiliki aktivitas antioksidan yang cukup. Dari ekstrak jahe yang telah dibuang komponen volatilnya dengan destilasi uap, maka dari fraksi non volatilnya setelah pemurnian, ditemukan adanya empat senyawa turunan gingerol dan empat macam diarilheptanoid yang memiliki aktivitas antioksidan kuat (Nakatani,1992).
Ada beberapa senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan telah berhasil diisolasi dari kedelai (Glycine max L.), salah satunya adalah flavonoid. Flavonoid kedelai adalah unik dimana dari semua flavonoid yang terisolasi dan teridentifikasi adalah isoflavon.

Mekanisme kerja antioksidan
Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida.
Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Gordon,1990).
Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (Gambar 1).  Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon, 1990).

                   Inisiasi      :     R*  +  AH  ———->  RH  +   A*
                                            Radikal lipida

                   Propagasi  :    ROO*   +   AH  ——->  ROOH  +   A*

Gambar 1. Reaksi Penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon 1990)

Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan (Gambar 2).  Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan diuji.

                         AH   +    O2     ———–>   A*    +   HOO*

                         AH  +  ROOH  ———>   RO*  +   H2O  +  A*

Gambar 2. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (Gordon 1990) 

Peranan antioksidan pada kesehatan
Proses penuaan dan penyakit degeneratif seperti kanker kardiovaskuler, penyumbatan pembuluh darah yang meliputi hiperlipidemik, aterosklerosis, stroke, dan tekanan darah tinggi serta terganggunya sistem imun tubuh dapat disebabkan oleh stress oksidatif.
Stress oksidatif adalah keadaan tidak seimbangnya jumlah oksidan dan prooksidan dalam tubuh. Pada kondisi ini, aktivitas molekul radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS) dapat menimbulkan kerusakan seluler dan genetika. Kekurangan zat gizi dan adanya senyawa xenobiotik dari makanan atau lingkungan yang terpolusi akan memperparah keadaan tersebut.
Bila umumnya masyarakat Jepang atau beberapa masyarakat Asia jarang mempunyai masalah dengan berbagai penyakit degeneratif, hal ini disebabkan oleh menu sehat tradisionalnya yang kaya zat gizi dan komponen bioaktif. Zat-zat ini mempunyai kemampuan sebagai antioksidan, yang berperan penting dalam menghambat reaksi kimia oksidasi, yang dapat merusak makromolekul dan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan.
Antioksidan vs kardiovaskular dan kanker
Peran positif antioksidan terhadap penyakit kanker dan kardiovaskuler (terutama yang diakibatkan oleh aterosklerosis/penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah) juga banyak diteliti. Antioksidan berperan dalam melindungi lipoprotein densitas rendah (LDL) dan sangat rendah (VLDL) dari reaksi oksidasi.
Pencegahan aterosklerosis ini dapat dilakukan dengan menghambat oksidasi LDL menggunakan antioksidan yang banyak ditemukan pada bahan pangan.
Adapun untuk kanker dan tumor banyak ilmuwan spesialis setuju bahwa penyakit ini berawal dari mutasi gen atau DNA sel. Perubahan pada mutasi gen dapat terjadi melalui mekanisme kesalahan replikasi dan kesalahan genetika yang berkisar antara 10-15 %, atau faktor dari luar yang merubah struktur DNA seperti virus, polusi, radiasi, dan senyawa xenobiotik dari konsumsi pangan sebesar 80-85 %. Radikal bebas dan reaksi oksidasi berantai yang dihasilkan jelas berperan pada proses mutasi ini. Dan resiko ini sebenarnya dapat dikurangi dengan mengkonsumsi antioksidan dalam jumlah yang cukup.

Penutup
Hasil oksidasi lemak pada makanan ternyata mempunyai dampak besar terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Pengetahuan bagaimana cara pencegahan proses oksidasi ini sangat diperlukan, yang pada gilirannya sangat bermanfaat pada pemeliharaan kesehatan setiap individu. Pengetahuan berbagai jenis antioksidan yang ada di alam serta manfaatnya bagi kesehatan tubuh sangat membantu kita dalam mengatur pola makan untuk mendapatkan tubuh sehat dan bugar.
Berbagai kajian dan studi tentang antioksidan masih perlu dilakukan mengingat manfaatnya yang besar bagi kesehatan. Bahan-bahan alam dari laut seperti tumbuhan mikro alga dan hewan laut perlu di eksplorasi karena kandungan bioaktifnya terutama antioksidan belum secara tuntas dieksplorasi.